Rabu, 27 Mei 2020

Tak Terhingga Sepanjang Masa

Di antara kipas angin kurang pelumas dan kursi di pojokan kamar, ada wujud tak kasat mata yang terdiam mengamati
satu demi satu luka di kakimu, menghitung helaan napas
Menyeka tetes demi tetes air mata yang tidak akan bisa mengalir
Pilu yang ditahan sendiri, tangis yang diredam sampai letih
Orang bilang Ibu ada karena Tuhan kadang absen menyapa
Dijadikannya tangan itu kasar dan lembut sekaligus, memikul beban yang lebih berat dari apa yang dialami Atlas di belahan dunia sana, tak jua tersungkur walau kaki lebam dan penuh luka
Ibu pernah terkoyak hanya agar kau ada, tapi kini mengusap kepalamu pun Ia tak bisa
Terbatas dinding astana, hanya bisa merapal doa.

Selasa, 26 Mei 2020

Unsettlingly Good!

6 film thriller/horror yang nontonnya beneran bikin nggak nyaman tapi seseru itu!

1. Oldboy (2003) | Dir: Park Chan Wook

Film garapan Park Chan Wook yang diadaptasi dari manga Jepang. Saking populernya, ini film di-remake lagi versi Hollywoodnya berjudul sama tahun 2013.
Bercerita tentang Dae-Su, seorang pekerja kantoran yang tiba-tiba diculik dan dikurung selama 15 tahun. Tanpa sebab, tanpa penjelasan, tanpa tahu siapa pelakunya.

2. The Autopsy of Jane Doe (2016) | Dir: André Øvredal

Seorang ayah dan anak yang berprofesi sebagai koroner (tukang autopsi mayat) diminta oleh polisi setempat untuk mengautopsi mayat perempuan tanpa identitas.
Salah satu film horror yang terbaik ditonton pas lagi quarantine begini. Apalagi klo lagi hujan deres (soale gue dulu nonton pertama kali begitu, lumayan lah bikin makin stress).

3. Mandy (2018) | Dir: Panos Cosmatos

Red Miller (Nicholas Cage) tinggal bersama kekasihnya Mandy (Andrea Riseborough) di kabin dekat danau. Suatu hari, kecantikan Mandy memukau Jeremiah Sand (Linus Roache), seorang pimpinan grup pemujaan (cult) hippie. Ia lalu meminta tolong kepada geng motor The Black Skulls agar menculik Mandy.
Ini jenis film psychedelic, genre film dengan karakteristik narasinya didasarkan pada pengaruh halusinasi dan obat-obatan. Sesuai sama genrenya, film ini aneh dan serem, tapi juga nagih. Aura, simbol dan visualisasinya menyeramkan, tapi juga seru parah dengan diiringi musik latar yang masyaallah kerennya.

4. American Psycho (2000) | Dir: Marry Haron

Patrick Bateman (Christian Bale) adalah seorang bankir investasi yang tampan dan kaya. Walaupun tampak sempurna, Ia sebenarnya menyembunyikan sisi gelapnya dari semua orang. Didorong oleh rasa cemburu tak masuk akal, hasrat psikopat di dalam dirinya pun bergejolak.
Ultimate classic. Diadaptasi dari novel kontroversial berjudul sama karangan Bret Easton Ellis. Ini film yang semakin kesini terasa semakin relevan dengan kehidupan kita. Sosok Patrick Bateman yang narsistik dan kompetitif ibarat representasi dari masyarakat kita yang sakit, ambisius dan konsumtif.

5. The Babadook (2014) | Dir: Jennifer Kent

Film ini bermula saat Amelia Vanek (Essie Davis) seorang single parent diminta untuk membacakan buku cerita milik anaknya Samuel (Noah Wiseman) yang bercerita tentang Mister Babadook, monster berbentuk seperti manusia berjubah hitam, yang menghantui siapapun yang mulai sadar akan keberadaanya.
Menurut gue ada dua jenis film horor: satu yang serem ngobral jumpscare tapi setelah nonton yaudah kelar gak meninggalkan kesan, yang kedua itu yang seremnya muncul perlahan, tapi nanti bener-bener nakutin sampe bikin nggak nyaman. Nah The Babadook ini termasuk yang kedua. 😌👌

6. The Witch (2015) | Dir: Robert Eggers

Keluarga beranggotakan suami istri dan 5 orang anak diasingkan dan memilih untuk membangun kehidupan baru dengan tinggal di tepi hutan. Namun sejak hilangnya bayi mereka, terror mulai menghantui keluarga tersebut.
Debut film panjang Robert Eggers yang emang gila bener. The Witch sukses menggambarkan suasana kelam dan kuno dari terror penyihir di akhir abad 16. Minim jumpscare tapi beneran intens dan mencekam.

Sabtu, 23 Mei 2020

Lebaran Tanpa Ziarah

Saat lagi rebahan di tengah-tengah petak kamar kosan, saya tiba-tiba teringat ayah saya. Waktu masih hidup, pasti di petang hari akhir Ramadhan beliau langsung menyalakan speaker stereo (yang hanya dipakai saat lebaran sama dan aqiqah si nizam) dan menyetel takbiran. Biasanya ayah saya hanya duduk di ruang tengah, kadang sambil memejamkan mata sambi sesekali mengecek smartphone, sibuk mengarang ucapan lebaran atau membalas pesan. Tidak ada yang meriah di rumah kami. Beliau tak pernah sekalipun meminta kami melakukan apapun untuk merayakan takbiran. Tapi gema takbir tetap terdengar di seantero rumah, sepanjang malam hingga subuh. Seakan mengingatkan anak-anaknya untuk memaknai momentum ini walaupun sendiri-sendiri.

Keesokan paginya, setelah sholat Ied atmosfir rumah pasti langsung berubah jadi haru campur kikuk. Saya mencium tangan ayah dan ibu, meminta maaf. Biasanya ayah saya membalas dengan, "Maafkan Papa juga ya, Nak," lalu mencium ubun-ubun saya. Ibu memeluk saya erat, matanya berkaca-kaca.

Lalu sudah, atmosfir kembali normal, nyaris lega. Kami memang bukan keluarga yang ekspresif. Nyablak dan cerewet, memang, tapi kalau soal mengekspresikkan perasaan kami macam anak SD yang disuruh nyanyi di depan kelas. Kikuk dan malu. Kalau diingat-ingat, saya hampir tidak bisa mengingat kapan terakhir kali saya mengungkapkan rasa sayang kepada ayah dan ibu.

Setelah 5 tahun ayah saya meninggalkan keluarga, ritual cium tangan itu pun berubah menjadi ritual cium nisan. Biasanya saya ke makam di hari lebaran pertama saat hari petang, sehabis ashar. "Halo, Pah," sapa saya setiap kali menjejakkan kaki di samping makam. Saya juga tidak tahu mengapa saya perlu repot-repot menyapa, tapi itu hal yang refleks terucap sejak ziarah pertama.

Secara fisik, ziarah adalah momen terdekat saya dengan orang yang sangat saya cintai. Tapi sayangnya lebaran kali ini saya tidak dapat menyapa ayah saya. Tahun ini saya tidak dapat merasakan perasaan lega yang tak dapat saya deksripsikan saat melihat gundukan tanah, menjejakkan kaki di sampingnya, dan duduk sambil menyiangi rumput liar di sekitar nisan. Omong-omong, itu sama sekali bukan momen yang menyedihkan. Ada saatnya di mana duka tidak lagi menyiksa. Sederhananya, rasanya seperti bertemu teman lama. Rumitnya, seperti berjalan di samping kereta yang tidak pernah ada ujungnya. Kamu terus bergerak, di sampingmu kereta itu diam tak bergeming, tapi kamu tahu Ia tetap ada dan akan selalu ada.

Hampir dua ratus hari sejak kali terakhir saya mengunjungi ayah saya. Saya lalu menyadari, beberapa luka memang tidak ditakdirkan untuk sembuh, hanya mereda.

Life Is A Long, Unpredictable Series of First Times

Lebaran pertama sendiri, dan sialnya, juga di tengah pandemi.

Dari kemarin bolak-balik saya memarahi diri saya sendiri. "Kamu tidak sendiri, jutaan orang di luar sana juga mengalami." Saya juga berkali-kali menguatkan diri, anggap saja pembiasaan diri karena nanti mati juga tidak ada yang menemani.

Tapi tangis masih muncul. Kadang hanya setetes dua tetes, kadang membanjir hingga bikin pusing. Kadang airmata memang berfungsi bukan hanya untuk rasa sesal, tetapi juga kelegaan hati.

Tapi sore tadi, saya teringat sesuatu: hidup adalah rangkaian pengalaman pertama yang dialami berulang kali. Kita tidak lahir dengan satu set ingatan baku tentang kehidupan, bukan? Ini pertama kalinya saya membuka mata selama 23 tahun 306 hari, dan besok juga pengalaman pertama saya membuka mata selama 23 tahun 307 hari. Begitu seterusnya sampai mati.

And what do you expect from doing it for the first time? As terrifying as it sounds: we'll never know what will happen until it happens. We all are confused, clueless, hopeless and desperate. Yet at the same time we are also very driven and hopeful because we know that life is full of possibilities. I probably have been getting it wrong, but hey, that's okay. This is my first life anyway.

Kamis, 21 Mei 2020

It has been a lot, Twitterverse

Gara-gara ngebet pengen baca-baca tweet lama, saya sampai download Twitter Archive yang jebul sekali unduh gede banget size-nya sampai 2 giga-an (walaupun nggak ada apa-apanya dibanding film-film di Luxury yang sangat tidak berperike-storage-an). Setelah sempat gagal di angka 1 GB sekian dan bikin saya misuh pas puasa siang-siang, akhirnya saya berhasil mengunduhnya.

Wajar kalau besar ukurannya sih, soalnya itu beneran isinya arsip tweet beserta media-medianya pula. Tapi file utamanya sih yang format html. Layoutnya macam twitter biasa tapi ini isinya tweet kita doang dan bisa offline. Seneng banget rasanya saat saya nyari tweet tinggal masukkin keyword lalu muncul semua tweetnya beserta tautan ke tweet asli.

Akhirnya seharian dong saya ngubek-ngubek tweet lama. Awalnya kepengen download ini gara-gara saya pengen nyari thread no context oh hello on broadway-nya John Mulaney, tapi entah fitur search twitter ini gak seasyik dulu. Lalu saya jadi ngubek-ngubek thread live tweet waktu nonton remake skam simultaneously, tweet-tweet super jadul yang kalau mau quote tweet masih pake RT, sampe tweet bucin-bucin super cringe yang tadi siang saya pisuhin abis-abisan dalam hati. Fuck, I was that stupid at that time.

Tapi ya akhirnya jadi hiburan tersendiri sih. Apalagi waktu liat tweet-tweet lama yang dulu saya masih bebas banget curhat ini itu tanpa mikir. Seriusan, dulu saya sebawel itu di Twitter. Sekarang susah kayaknya ngetweet bebas kaya gitu tanpa dihantui pertanyaan "Okay, will people like my tweet this time?"

Waktu live tweeting SKAM juga, hhh I miss that time. Padahal baru setahun yang lalu ya, tapi kayaknya udah lama banget. It's funny now when I think about that time. How could I watch more than 5 shows at the same time, with the same excitement, and still could function as human? Sekarang saya malah udah nggak ngikutin lagi, padahal season-season baru dari berbagai remake udah pada ngumpul. Masuk watchlist dari kapan tapi ngejedooog aja buat ditonton nanti-nanti. Bener sih, we sometimes shine too bright then burn too soon. But I still love remembering those moments tho. That passionate feelings, the excitement, that long, insufferable waiting between clips... The fire probably has gone out yet the warmth is still there.

Well, those old tweet might as well try to remind me that life indeed has been a lot. I can imagine my old self looking at me in now the eye asking for a question.

"Life has been hell these days but didn't you have fun?"

Senin, 18 Mei 2020

Hari Ini Saya

Stok buah-buahan saya habis. Rencana beli sore tadi. Saya berharap cuaca agak gerimis agar saya punya alasan menggunakan payung di depan mas-mas dan bapak-bapak penjaga portal lockdown dekat jalan raya. Tapi ternyata hujan semakin deras, dan saya memutuskan tidak ke mana-mana.

Saya malas mandi.

Kakak kelas saya membagikan tautan di media sosial dengan tajuk jalur mudik yang aman. Jempol saya yang lebih optimis dari otak refleks langsung mengklik link tersebut. Sudah ditanya kabupaten/kota namun ternyata sama saja. Ngapain mudik? Di rumah aja. Saya paham otak saya ingin meledek si jempol tapi apa gunanya? Jempol hati otak saya rasanya sakit semua.

Sore tadi Ibu saya menelpon, di tengah-tengah obrolan kami, Ia tiba-tiba bertanya, "Kamu beneran nggak bisa pulang, Nak?"

Saya mengacaukan rutinitas hari ini. Skip kelas pertama, solat dzuhur yang mepet sampai jam setengah tiga, hingga memesan makanan yang tidak seperti biasanya. Biasanya kalau begini ada yang tidak beres. Terbukti, yang mestinya rasanya asin malah manis sekali. Giung, kalau kata orang Sunda.

Sedikit demi sedikit saya sudah bisa mengatasi rasa takut saya keluar dari kamar setelah maghrib.

Bangun tidur, lihat jendela. Mau tidur, pertanyaan yang masih sama:
"Ini kapan selesainya?"

Minggu, 17 Mei 2020

Berdua Saja

Kau tahu rasanya terlelap namun tubuhmu tak henti-hentinya berlari
Lurus tanpa kelok, membagi dunia menjadi dua sisi
Melompat sana sini seakan-akan ini hanya permainan lompat tali, bukan garis batas antara hidup dan mati
Detik di saat aku tersadar aku bukan aku, yang ada di pikiranku hanya
Helai demi helai rambutmu yang selalu tersangkut di keliman bajuku entah bagaimana
Lalu aku kembali menggigil, takut kenangan tentangmu diambil
Bagai anak kecil sekarat yang cuma diberikan seutas tali agar tidak tamat riwayat
Pun jika nanti kuhancurkan dunia yang tidak pernah mengakui aku sebagai penghuninya, hanya kau yang kupastikan tetap ada.
Biar bersama-sama kita balurkan diri dengan puing sisa dan abu neraka,
Hanya kau dan aku, berdua saja.

Jumat, 15 Mei 2020

Berseberangan

Nol nol satu satu nol, aku masih tak bisa menebak apa maksud semesta
Tetap berjalan saja, katamu, seakan ini ada ujungnya
Kita ada di tengah kekacauan yang entah dibuat siapa, lalu kau mencariku membabi buta hingga aku
Jatuh ke dalam lubang tanpa dasar, asing dengan ragaku sendiri
Inginku berteriak frustasi saat mereka bertanya siapa namamu
Ternyata seperti ini kesepianmu?
Kau bukan sekedar bumi yang datar lalu membulat, kau bukan sekedar detik ke-25 menuju detik ke-24
Kau anomali di antara semua ilusi
Tapi wujudmu senyata nadi, dan pelukmu sehangat ini

Kamis, 14 Mei 2020

Panggung

Aku ingin menari
dengan rasa sakit dan luka yang menyublim menjadi udara
kuhirup dengan rakus
merasakan perihnya yang merasuk
menikmati organ-organku berlelehan dan mengkerut.