Jumat, 17 Februari 2012

Ma'had

Teringat saat ku terbangun oleh lantunan murottal saat itu
Suara kucur air mendominasi suasana pagi buta
Dengan lantunan “nawaitu wudhuu lirof’il hadatsil ashgori..” mereka membasuh muka
Mata masih sayup-sayup, suara parau, berjalan sempoyongan
Berbaris menggenggam gayung, menanti giliran mensucikan diri
Lalu tiba-tiba, suara ketukkan keras membahana
Hayya, sur’atan, ba’da qolil adzan..!!” Seru sang pemilik suara
Tiba giliranku, ku berniat mensucikan diri untuk menghadap Yang Maha Kuasa
“Brrr, airnya dingin sekali! Bariid jiddaan…
Setelah selesai, kupakai mukena dan berjalan dengan membawa Al-Qur’an dan Wirdhu Lathif
“Sandalku hilang! Di-Ghosob! Ahh, mana mudabbiroh sudah menggebrak dari tadi..!”
Ku tertawa kecil, hiburan di pagi buta
Lalu kuhampiri bangunan indah itu
Megah, dengan warna hijau yang mendominasi, dihias oleh rangkaian kaligrafi sana-sini
Rumah-Mu memang selalu indah, Tuhan
Kugelar sajadah biruku, menunggu panggilan semesta itu
Kupandangi sekitar…
Ada yang melantunkan kitab cinta Sang Pencipta, yang dengan cinta-Nya Ia ciptakan untuk membimbing umat manusia…
Ada yang mengalunkan rangkaian pujian hati dan jiwa, atas lelaki yang dicintai Tuhannya dan disayangi umatnya…
Ada yang berbincang dengan hatinya…
Ada yang bergurau dengan temannya…
Bahkan ada yang bertualang dengan mimpinya…
Lalu terdengarlah panggilan itu
Allahu akbar allaahu akbar, allahu akbar allaahu akbar…”
Lalu aku dan mereka, para penuntut ilmu agama, berbaris bershaf-shaf dihadapan-Nya
Meminta rahmat-Nya, memohon ampunan-Nya, mengharap belas kasih-Nya
Mengucap syukur atas nikmat seraya memuji-Nya
Memohon keberkahan atas kehidupan yang telah Ia berikan
Meminta kemudahan dalam menuntut ilmu, mencari Nuur-Nya
Demi kefanaan dan keabadian hati dan jiwa
Aku dan mereka, berkumpul di tempat itu, bersama-sama berdo’a kepada-Nya
Berterimakasih tak terhingga kepada Dia yang telah menyatukan kami di tempat ini
Tempat dimana ilmu dan keberkahan mengalir tanpa henti.
“Allahumma sahhil umuuronaa, wa umuuro waalidaynaa, wa umuuro ma’hadinaa…”

(Untuk pondokku, tempat naungku.)