Minggu, 30 April 2017

Makin Tua

Aku membuka surat-surat lama dan kepingan kenangan, di mana mimpi masih dibebaskan untuk tinggi dan tak terjangkau, di mana tangis masih berumur hari bukan bulan atau tahun, di mana rasa masih berlimpah, siap disebarkan.

Lalu aku pandangi cermin, kembali ke masa kini. Merapi di mana-mana. Lingkungan hitam yang makin lama makin presisi di sekitar bola mata. Dahi yang bergaris karena terlalu sering dibuat sengsara. Mata makin meredup, sinarnya diselimuti beban hidup, pekat seperti katarak.

Ternyata makin tua aku makin merana. Hanya berpikir dan mengkalkulasi. Sementara luka makin nyata, angan makin jauh dari realita, dan lelah rasa makin lama menyublim jadi lelah jiwa.

Mereka bilang, sakit ada sebagai nikmat agar manusia tau rasanya bahagia. Namun, makin tua aku makin takut tak bisa merasa.

Hampa lalu mati cuma-cuma.

Sabtu, 29 April 2017

Dominasi

Rasanya masih sama, aku kira. Masih aku yang tak pernah memandang punggungmu terlalu lama. Masih aku yang mencintai waktuku lebih dari kau. Masih aku yang selalu tertawa lepas tanpa perlu menutup muka.
Tapi entah sejak kapan aku mulai lapar akan permintaanmu. Entah sejak kapan aku mulai berjalan lebih jauh hanya untuk menghayati tiap lagu dengan kau sebagai tokoh utama. Entah sejak kapan tawamu membuatku ingin melihatnya lagi dan lagi seumur hidup.
Aku tahu, sangat mudah bagiku melepas khayal, meruahkan fantasi dan delusi. Karena mimpi bagiku adalah berkah, suatu tanah lapang di mana ku bisa membunuh diriku dan menghidupkannya kembali sesuka hati. Sedangkan kenyataan adalah ilusi paling cerdik, membungkus segala kekecewaan yang ada di bumi dengan bungkus menawan, pita legam, dan memberikannya kepada manusia seraya berkata, "Ini adalah harapan."
Tapi kau berbeda. Kau bukan kekecewaan. Kau adalah polusi rasa yang menyesakkan petak hatiku tanpa ampun. Masuk ke sela pori-pori hingga berada di dekatmu rasanya perih sekali. Mengaburkan pandanganku akan fiksi, akan tekad untuk tidak menjejak lagi, akan realita yang terlalu sulit kutolak karena kebaikanmu melingkupiku terlalu erat hingga terasa menyakitkan.
Kau tahu?
Hatiku sudah terlalu sempit bahkan untuk diriku sendiri, dan kau memaksa masuk lalu mendominasi.

Kamis, 27 April 2017

Langka, Katanya

Kau membawa kekecewaan itu terlalu lama.
Menyebarkan tetes demi tetes keputusasaan yang menghitam. Menguap dan menjebak ragamu dengan awan yang kau buat untuk melindungi dirimu sendiri.
Kau berdiri gagah sekaligus merendah. Menempatkan dirimu terlihat dan berbayang. Kau adalah ironi dari setiap kata yang kau ucapkan.
Kau tidak pernah mencintai cahaya, melihatnya pun tak mau.
Berbeda dengan kalian, aku lebih baik menghindarinya. Membutakan,” katamu.
Kau selalu menganggap dirimu berbeda dan menjadikan dirimu berbeda.
Tapi apakah kau juga harus menghina kami yang menurutmu--hanya menurutmu--sama dan biasa?
Harapanmu tidak pernah berjalan seirama dengan usahamu untuk membuat kami menyadari bahwa kau nyata dan bukan makhluk utopis yang hidup dalam drama.
Jadilah berbeda dan luar biasa!” kau bilang. Suaramu lantang, penuh tekanan. Menekan dan menuntut, sarat pembenaran.
Kau membuat keunikan menjadi kehilangan makna. Kau menodai kreativitas dengan tuntutan. Kau mengkonversi apresiasi dengan hasil yang seolah tak ada harganya di hadapan beban dan upaya.
Kau tahu?
Berkat kau, kami tidak ingin menjadi berbeda.
Berkat kau, kami hanya ingin menjadi sederhana, dan menikmati setiap detiknya.

Selasa, 25 April 2017

Over The Hills and Far Away

Lelah menyergapmu perlahan.
Dengan sadar menancapkan kaitnya di langkah kakimu, berharap kau menyadarinya.
Tapi kau tidak berhenti.
Tetap berjalan walau lukamu makin lebar dibuatnya, tetap melangkah walau darah yang tercecer bukan sekedar ilusi, tetap mengabaikan letih dan amarah demi mencapai tempat yang lebih baik.
Mati-matian merebut dan direbut. Mencaci dan dicaci. Diinjak dan terinjak. Demi utopia yang katamu ada.
"Di balik bukit nan jauh di sana," katamu dengan percaya.

"Tommy was a Piper's son,
And fell in love when he was young.
But all the tunes that he could play,
Was over the hills, and far away."
(Tommy, Tommy The Piper's Son)

*inspired by Yana Toboso's Black Butler

Senin, 24 April 2017

Disappointment

Disappointment is a demanding lover.
It demands us to walk the way that leads us to the edge of a cliff.
It demands us to jump without parachute and expects us to land safely.
It demands us to climb a studded wall without bleeding.
It demands us to look at the mirror and curse.
It demands us to remember the past and cry.
It demands us to burden ourselves with happiness we can't feel because we're too busy sacrificing ourselves.
It demands us to hope and smile as it burns every hopes we have made into ashes and forces us to drink it with tears.

Minggu, 23 April 2017

Hidup & Mati

Apa rasa lelahmu merundung pilu dan ragu menjadi satu? Menyepi bersama aliran-aliran darah yang menderas di waktu pagi? Mengutuki hidup saat mata membuka?

Kau mencintai mati seperti anak kecil yang bercita-cita sejak dini. Tiap hari meniti jalan penuh kepolosan dan mimpi untuk menemui ajal supaya lekas usai. Tanpa kau ketahui bahwa kehidupan tak akan membiarkanmu pergi begitu saja. Kukunya masih menancap di jantungmu, bibirnya menari-nari di belakang lehermu, sedangkan suaranya terus saja berbisik lirih, menolak kau abaikan.

Untuk kau yang membenci denyut nadi dan memuja buta setiap akhir, izinkan aku memberitahumu: Hidup dan mati adalah sepasang kekasih, dan kau yang dipilih semesta untuk menyatukan mereka.

Sabtu, 22 April 2017

Never Have I Ever

Never have I ever stare at someone and never look away because I know they will never stare back?

Never have I ever write so many poems and never finish it even once because those poems represent the feelings and my feelings never end?

Never have I ever buy a pair of shoes and make it framed because I know I can't frame the loneliness?

Never have I ever scream and sing in the water because the air never understands my craving for the reflection of my smiles in someone's eyes?

Never have I ever hate the distance but hate the nearness even more because nearness means possibility but even the possibility laughs at me?

Never have I ever wish for someone's happiness without the absence of mine?

Jumat, 21 April 2017

Autocorrect

I am happy then I remember that happiness is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make But also it is something that I can make.

It is supposed to be "but also it is something that people can ruin."

Kamis, 20 April 2017

Benar - Benar Perlahan

Kau datang benar-benar perlahan.
Sangat natural dan tidak terburu-buru. Tenang, dengan santai berjalan-jalan mengelilingi ruang tamu hatiku. Menatapi gambar dan kenangan satu-persatu. Menungguku terbiasa.
Kau datang dengan benar-benar perlahan.
Ibarat anak kecil yang tak henti berkunjung untuk mengajak main, kau tak henti berkunjung. Tiap panggilan dan atensimu terkesan janggal dan mengejutkan. Kau datang hanya untuk meninggalkanku dengan berbagai kebingungan dan harapan yang kutepis secara susah-payah dan diam-diam.
Kau datang dengan benar-benar perlahan.
Dengan telaten membersihkan debu yang tertumpuk di gagang pintu. Dengan sabar mengecat tiap lapisan dinding yang terkelupas. Dengan berani menambal tegel yang rusak, atau perabot yang hilang.
Kau datang dengan benar-benar perlahan. Kau datang dan membuatku --untuk kesekian kalinya-- gelagapan. Kau datang dan membuatku terbiasa akan hadirmu yang tidak biasa. Kau datang dan dengan kurangajar membenahi ruang tamu hatiku yang sudah lama tidak kubereskan karena terlalu lelah diacak-acak kenangan.
Kau datang dengan benar-benar perlahan, dan aku ingin kau untuk hatiku sekarang.

Rabu, 19 April 2017

Halu Part II (Gong Yoo)

👩 : Lho, pagi-pagi udah di dapur. Ngapain kamu, Mas?
👨 : Mau bikin sarapan.
👩 : Ih, kok tumben?
👨 : Katanya pengen suami yang romantis? Udah romantis suaminya malah di-tumben-in.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

👩 : Mas, jangan lupa nanti jemput Atra di rumah Ibu yah.
👨 : Iya, nanti ku jemput.
👩 : Kamu beneran nggak ada jadwal bedah kan hari ini?
👨 : Iya, nggak ada. Shift-ku juga malem. Di rumah aja kok aku hari ini, nungguin kamu pulang.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

👨 : Ada apa sih ini ribut-ribut?
👩 : Itu loh Atra nangis katanya ager-ager yang dia beli pas pulang ngaji nggak ada.
👨 : Eh...
👩 : Eh? Mas ya jangan-jangan yang makan?
👨 :

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Di toko pertama
👩 : Mas, ini lucu ya! Tapi mahal. Nyari-nyari dulu deh yuk.
Setelah muterin satu mall...
👩 : Nggak ada ih yang aku mau. Balik ke toko yang tadi aja yuk, Mas. Aku beli yang itu aja.
👨 : Sudah kuduga.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

👩 : Gimana tadi lombanya, Mas?
👨 : Menang dong! Juara satu!
👩 : Ih hebatnyaa anak bundaa!
👨 : Siapa dulu ayahnya!

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

👩 : Atra, jangan digoyang-goyangin gitu mangkuknya, nanti tumpah! Mas, ini loh Atra nggak mau diem.
👨 : Atraaa, baik-baik sama Bunda, Nak. Kasian Bunda.