Lalu aku pandangi cermin, kembali ke masa kini.
Merapi di mana-mana. Lingkungan hitam yang makin lama makin presisi di sekitar
bola mata. Dahi yang bergaris karena terlalu sering dibuat sengsara. Mata makin
meredup, sinarnya diselimuti beban hidup, pekat seperti katarak.
Ternyata makin tua aku
makin merana. Hanya berpikir dan mengkalkulasi. Sementara luka makin nyata, angan
makin jauh dari realita, dan lelah rasa makin lama menyublim jadi lelah jiwa.
Mereka bilang, sakit ada
sebagai nikmat agar manusia tau rasanya bahagia. Namun, makin tua aku
makin takut tak bisa merasa.
Hampa lalu mati cuma-cuma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar