Aku tergugu tak mengerti
Pandangan mataku mengabur
Air mataku sudah terlalu sabar menanti tuk kutahan sendiri
Sudah terlalu lama menunggu untuk bisa kuungkapkan dengan rapi
Saat jarak dan waktu kumaki karenamu
Saat takdir kupertanyakan karenamu
Saat keadaanku tak menentu karenamu
Kau yang mencuri hati
Menyakitinya, mengobatinya, membahagiakannya
Kau yang sekarang terbungkam sepi
Tak pernah lagi ke dengar suaramu yang selalu sejukkan hati ini
Jika kita nanti Tuhan memberi kita kesempatan tuk bersua kembali
Takkan pernah kulupakan saat ini agar kau mengerti
Aku yang sekarang tepasung sendiri
Dicekam rindu...
Karenamu.
Jumat, 21 September 2012
Aku dan Sang Malaikat
Hamparan sepi padang ilalang jadi saksi bisu jalinan rumit kita
Saat matahari memecah sendu, terbenam bersama malam
Saat ku berhenti berjalan karena terhadang senyummu yang tak pernah mau pergi
Waktu itu ku bertanya-tanya...
Inikah pertanda?
Gejala yang mereka bicarakan sebagai jalan menuju-Nya atau sebaliknya
Tetapi bagai dihadapkan pada cermin, aku menyadari saat itu
Kau, sang malaikat pemilik senyum menggetarkan hati, terlalu tabu untuk sekedar hadir di mimpiku
Karena ku hanya manusia seburuk iblis semata, terlalu hina bahkan untuk bersua denganmu
Tetapi ku tak bisa nafikkan diri, hatiku telah memilihmu untuk tempatku berlabuh
Terlepas dari segala kemustahilan di antara kita
Aku tersesat tak tentu arah, tak dapat bedakan yang benar dan salah
Sedangkan dari waktu ke waktu rasa ini terus membuncah tak terhingga
Menyesakkan...
Karena terlalu jelas perbedaan di antara kita
Kau, laki-laki malaikat
Saat kau menaburkan kebaikan aku hanya terdiam dan membisu
Saat kau diselimuti cahaya aku hanya berbalur luka
Bahkan saat itu kudengar mereka tertawakan anganku
Karena betapa terbentang jarak di antara kita
Lalu...
Tanpa pernah kusangka sebelumnya...
Kau ulurkan tanganmu
Sambut hatiku yang masih terlalu kotor untuk sekedar disentuh olehmu
Tak percaya anganku bisa nyata
Ku palingkan diri, anggap itu hanya mimpi
Tapi kau yakinkan aku, bahwa kau disini, berpijak bersamaku
Bahagiaku sempurna saat itu
Tetapi kini, setelah sekian lama,
Aku sadari diri...
Bukan perbedaan yang membentangkan jarak di antara kita
Tetapi hatimu... dan hatiku yang terpaut jarak tak terhingga
Serendah apapun kau berusaha berpijak
Kau tetaplah sang malaikat yang tak mampu kuraih
Tak sekejap pun ku mampu menyingkap tabir hatimu
Dan aku tetaplah sang manusia berbalut luka dan cela
Layakku masih dipertanyakan untuk sekedar bersanding denganmu
Masih terlalu rapuh untuk bisa melayang bersamamu
Sepertinya belum saatnya kunikmati hasil rasa ini padamu
Mungkin di masa inilah sementara jalanku terpisah dengan jalanmu
Kini terbanglah! Terbanglah sesukamu...
Kau tetap milik semesta, sebarkanlah cinta kasihmu pada dunia
Aku tetap berpijak disini untuk mencintaimu, dan masih tak ingin untuk beranjak
Usahlah kau hiraukan, karena tak penting hadirku disampingmu saat ini
Biar saja kutitipkan cinta dan rindu ini pada-Nya, Sang Pemilik Rasa
Sampai mungkin takdir yang kan pertemukan kita
Nanti, atas kehendak-Nya.
Tabir Sendu
Bahkan sampai di peraduan ini ku turut mengalami
Untuk kesekian kalinya ku terlucuti sepi
Jabarkan indah yang sebenarnya racuni hati
Menyusup pelan, lalu menjerat tanpa perasaan
Kau yang dinaungi baiknya rasa
Ternyata memakai topeng wajah sejuta
Renggut indahku, rampas bintangku
Sakit ini terlalu nyata tuk meragu
Berulang kali ku terjatuh karena kisah yang sama
Rasaku mati tuk sekedar bangkitkan bara
Lelah membayang, letih menjunjung
Mungkinkah kau inginkan sakitku tak berujung?
(Yogyakarta, di titik luka)
Benci
Benci itu merasuk
Merambat, mencengkram
Bekukan hati
Akibat bahagiaku yang kau khianati
Jauh itu meraja
Hanya ada hamparan gersang
Dan merah amarah
Ku membara, tertawa
Ku jadikan jatuhmu dunia
Kenangan itu? Tak berharga.
Masa depanku? Kau tak ada.
Ku benci kau sepenuh jiwa.
(It will be as if you'd never existed...)
Jumat, 07 September 2012
Kau dan Aku
Bahagiaku berbeda dengan bahagiamu
Ku hanya bisa terpaku menunggu sang mentari di kurungan hati, sedangkan kau terbang bebas, mendaki dan menari
Resahku berbeda dengan resahmu
Ku hanya bisa terdiam menahan gejolak hati, sedangkan kau leburkan hati dan pikiranmu pada semesta yang menanti
Cemburuku berbeda dengan cemburumu
Kau diam termangu saja sudah buatku membatu, sedangkan ku bertahan melawan perih dan luka karena takut kehilanganmu
Aku mencintaimu, kau tahu? Tetapi ragu itu menggerogotiku.
Masihkah kau akan tetap menunggu untuk hatiku?
Langganan:
Postingan (Atom)