Sebagaimana
yang kita tahu, pesantren adalah lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia. Pesantren
telah dikenal mampu menerbitkan kader-kader mutafaqqih fiddin yang berguna di
masyarakat. Dengan trademark budaya pondok atau asrama dan kemampuan membaca
kitab arab klasik atau dikenal dengan kitab kuning, para santri yang lulus
diharapkan dapat terjun ke masyarakat dengan kemampuan agama yang cukup untuk berdakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Tetapi
apakah hanya aspek agama yang dibutuhkan di masyarakat? Tentu saja tidak. Apalagi
di zaman globalisasi ini ilmu pengetahuan terus berkembang. Tidak hanya
teoritis, tetapi juga dalam kajian dan pengamalannya. Ilmu pengetahuan yang
dibutuhkan di masyarakat sudah banyak terpecah menjadi berbagai aspek dan langsung
diaplikasikan guna membentuk masyarakat yang lebih baik. Skill pun menjadi
faktor yang sangat penting guna menjadi senjata utama untuk menghadapi zaman
yang terus berkembang ini.
Lalu
apakah pesantren sudah menyesuaikan semua perkembangan itu dengan baik? Sayangnya
tidak. Masih banyak santri-santri yang terjun ke masyarakat tetapi tidak
mempunyai peran yang begitu berarti karena ia tidak mempunyai skill selain pengetahuannya
di bidang agama. Masih banyak santri yang dipandang sebelah mata karena
ketidakmampuannya untuk menjadi seorang ahli di bidang selain dakwah. Banyak
santri yang masih tidak bisa mengamalkan apa yang telah hanya didapatnya hanya
karena satu hal, tidak adanya skill yang ia miliki.
Oleh
karena itu, sangat dibutuhkan seorang figur santri yang tidak hanya ahli dalam
bidang agama, tetapi juga menguasai ilmu pengetahuan lain dan mempunyai skill,
entah dibidang sains-teknologi, ekonomi, entrepreunership, ataupun
bidang-bidang lainnya. Dibutuhkan seorang kader yang tidak hanya baik dalam
moral, tetapi juga ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan. Pesantren harus ikut
berkembang dan menyesuaikan perkembangan zaman yang ada.
Demi
terwujudnya hal ini, banyak faktor dan pihak-pihak yang berperan penting. Pertama,
para santri. Sebagai subjek dalam terbentuknya kader-kader ini santri harus
memiliki sikap yang tangguh dalam menuntut ilmu, terbuka dalam menerima
pluralisme, dan teguh memegang keyakinannya dalam beragama. Ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya yang ia miliki nanti akan diaplikasikan langsung ke dalam
masyarakat, dan jika ia tidak mempunyai keteguhan dalam beragama dikahawatirkan
ia akan terbawa bahkan terwarnai oleh perkembangan zaman yang tak terduga.
Kedua, pihak yang sangat berperan dalam terwujudnya hal ini adalah para kyai,
guru, dan seluruh stake-holder pesantren. Para kyai yang sadar akan pentingnya
sains-teknologi bagi santri pasti akan memudahkan jalannya perkembangan
pesantren. Sebaliknya, kyai yang tidak menyadari hal itu justru akan mengahambat
jalannya perkembangan pesantren.
Lalu
bagaimana cara mengimbangi ilmu agama dan ilmu terapan lain khususnya
sains-teknologi di pesantren? Banyak cara mengimbanginya, salah satunya adalah
dengan media informasi dan fasilitas keilmuan yang menunjang. Perpustakaan yang
lengkap, pengajaran teknologi informasi yang baik, ruang belajar yang kondusif
serta fasilitas keilmuan lainnya adalah salah satu sarana yang mendukung
perkembangan pesantren. Pengajaran skill kerja dan keterampilan lain juga salah
satu hal yang mendukung perkembangan pesantren.
Dengan pengembangan, cara dan sarana yang baik otomatis pesantren akan berkembang pesat dan akan menciptakan kader-kader santri yang hanya tidak ahli agama, tetapi juga ilmu pengetahuan yang cukup dan skill yang hebat untuk menjawab perkembangan zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar