Cinta ini masih membasuh dan membiru
Tidak lepas, belum tuntas
Tapi kini apakah berlaku kata-kata itu terngiang di telingamu?
Karena kita memutuskan untuk memisahkan setapak, tak lagi bersama-sama dalam pijak
Jujurku? Kau pergi aku kelabu
Kau menyerah lalu mundur perlahan
Dengan alasan takut akan sakit-ku kelak, kau menjauh tanpa segan
Kini ku tanyakan, berapa kali kau sakiti aku dan aku bertahan?
Pernahkah aku menyerah saat kau buat aku berdarah-darah?
Kau tahu aku sekuat baja karena sudah ku pastikan dirimu untuk kucinta
Tetapi pesimis-mu menelan habis seluruh asa
Seluruh kemungkinan dan goresan masa depan yang pasti kita dapatkan kalau saja kita sedikit lagi berusaha
Kau tahu?
Tidak setitik pun air mata jatuh mengiringi kepergianmu
Tidak juga derita yang meraja, atau duka yang menggelora
Hanya letih, hampa, mati rasa
Seraya tertawa ironis lalu bertanya, inikah akhirnya?
Inikah hasil perjuanganku yang bagimu mungkin tak seberapa?
Diam, aku mengubur duka seraya menerima
Menerima bahwa mungkin aku memang tak layak mendapatkan kesungguhanmu, sekeras apapun ku berusaha
Tapi tak lama kemudian, kau menebar janji
Seakan-akan mimpi, kau berujar suatu saat kau akan kembali
Ya Tuhan, apa maumu sebenarnya?
Aku bukan bola kasti yang bisa kau bolak-balik sesuka hati.
Dengan tetes air mata yang akhirnya jatuh juga, aku menyadari ternyata seperti itu aku di matamu
Aku bersiap melangkah, kau jegal jalanku
Aku menguatkan pertahanan karena aku tahu bisa dengan mudah kau golakkan bahtera hatiku
Dapat dengan mudah kau ubah 'tidak'-ku menjadi 'mau'.
Aku menjauhkan diri, bersikap biasa saja, seraya mempertahankan tekad tidak ingin terluka
Tapi ternyata hal itu membangun opini tersendiri untukmu bukan?
Karena di sinilah kita, saling membakar, dengan bangga saling menunjukkan luka.
Salahkah asumsiku? Salahkah diriku? Tunjukkan padaku mana yang benar bagimu!
Jika kau tetap bertahan dengan ketidakjelasan, maka di mataku selamanya akan tetap begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar