Minggu, 04 November 2018

Jawaban Lama (dan Ternyata Masih Sama) Tentang Tuhan


So over a year ago, my friend asked me a question:

Jika saat ini kamu memiliki kepercayaan terhadap Tuhan, pernahkah di masa lalu kamu meragukan eksistensi-Nya? Dan bagaimana insight kamu sekarang mengenai Tuhan? Please kindly share your perspective! 

And this was my answer. The answer that is still relevant until now:

Pernah. I doubt His existence when I feel like I adore him the way society wish I would. I've been living in islamic boarding school since junior high school, with those strict conditions and regulations that insisted me to be those "akhwat dengan jaminan masuk surga". Then I think, "apakah jadi hamba Tuhan harus seperti itu?" Akhirnya gue ngerasa cuma kaya robot. Ngelakuin sholat dan ibadah lainnya karena alasan "gue muslim, apa kata dunia klo gue nggak sholat?". Konsep lillahita'ala berasa utopis banget buat gue.

Lalu ada suatu peristiwa, call it my breaking point, yang mulai mengubah pemahaman gue tentang Tuhan. Saat itu gue hancur, sehancur-sehancurnya, lalu gue sholat. Then I felt 'that'. That euphoria of the serenity. Ketenangan yang orang-orang beruntung itu bicarakan. Those magical moment when you realize that there is something beyond. Lalu gue sampe titik keyakinan bahwa Dia ada. Tapi baru sampe situ. Masih ancur-ancuran juga ibadah gue sebenernya.

You know Hozier's "Take Me To Church" song? That song is one of many songs that made me think further about God (Okay it's ironic, I know, untuk dekat sama Tuhan sendiri aja harus pake lagu yang isunya memakai agama lain. But I believe this world is home for countless messages from God. Kita bisa kenal Tuhan dari mana pun, lewat apapun). Lirik lagu itu ada yang kaya gini, "I'll worship like a dog at the shrine of your lies. I'll tell you my sins so you can sharpen your knives." That lyric kinda hits me. Apakah gue udah menyembah Tuhan sepasrah itu? Apakah gue udah mencintai Tuhan setotal itu? Malu semalu-malunya. Walaupun konsep ibadah gue rada jauh dari konsep pengorbanan besar-besaran kaya gitu, tapi tetep aja gue ngerasa belum total. Jangankan total, seperseratusnya aja gue belom.

Lalu gue sadar, gue harus terus terus dan terus belajar untuk sampai di titik itu. Karena sebejat-bejatnya temen lo ini, konsep itu rasanya indah banget buat gue. Ibadah bukan karena diawasi atau dilihat orang, tapi karena gue emang pengen, dan butuh. Ikhlas dan Ihsan.

Takwa itu susahnya minta ampun, tapi gue mau, makanya ibadah itu proses.

My friend said to me once, "Kita tidak akan bisa mengenal Tuhan tanpa mengenal diri kita sendiri." And I feel content by the fact that now, when I'm looking back at my past, He was there. Now, He is there. Later, He will always be there.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar