Lebaran pertama sendiri, dan sialnya, juga di tengah pandemi.
Dari kemarin bolak-balik saya memarahi diri saya sendiri. "Kamu tidak sendiri, jutaan orang di luar sana juga mengalami." Saya juga berkali-kali menguatkan diri, anggap saja pembiasaan diri karena nanti mati juga tidak ada yang menemani.
Tapi tangis masih muncul. Kadang hanya setetes dua tetes, kadang membanjir hingga bikin pusing. Kadang airmata memang berfungsi bukan hanya untuk rasa sesal, tetapi juga kelegaan hati.
Tapi sore tadi, saya teringat sesuatu: hidup adalah rangkaian pengalaman pertama yang dialami berulang kali. Kita tidak lahir dengan satu set ingatan baku tentang kehidupan, bukan? Ini pertama kalinya saya membuka mata selama 23 tahun 306 hari, dan besok juga pengalaman pertama saya membuka mata selama 23 tahun 307 hari. Begitu seterusnya sampai mati.
And what do you expect from doing it for the first time? As terrifying as it sounds: we'll never know what will happen until it happens. We all are confused, clueless, hopeless and desperate. Yet at the same time we are also very driven and hopeful because we know that life is full of possibilities. I probably have been getting it wrong, but hey, that's okay. This is my first life anyway.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar