Jumat, 01 Mei 2020

Biru di Citadel

Aku pernah bertanya kepada bahu yang lelah
lunglai terhisap waktu dan amarah
"Mengapa tidak pergi saja?"
Dia menyandarkan dirinya sejenak
matanya mendelik, pekat dan mengkilat
"Mengapa kau berbisik?" tanyanya pelan.
Berdebar, kusentuh bara api di rambutnya.
"Ku tak ingin kau terusik."
Makin lirih, makin perih.
Sudut bibirnya terangkat
kelabu, pucat, dan kaku
"Kau sehitam lumpur, dia sehijau racun, dan aku biru, sebiru langit penuh serapah dan kutukan.
Lalu ada kuning, cerah cemerlang. berlumur emas yang dicuri dari anak haram yang kelaparan.
Berwarna, penuh dengan noktah perbuatan.
... Tak ada yang transparan, Lazlo."
Hanya dengan namaku,
lalu tiba-tiba dia ada di mana-mana,
dan aku tidak ingin ke mana-mana.
"Kita semua sama, hanya berbeda dosa."


(Inspired by Laini Taylor's Strange The Dreamer)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar